Jumat, 06 Maret 2009

RINDU BERTEMU ROSULULLAH

EKSPRESI CINTA BUAT SANG NABI
Oleh : H. Syarif Matnadjih[1]

Berkata Umar Ibnul Khottob : “Siapa saja yang mengagungkan hari lahirnya Nabi Muhammad SAW, maka sesungguhnya dia telah mensyi’arkan agama Islam”

Sebentar lagi, dan bahkan hanya dalam hitungan jari, akan datang peringatan hari besar Islam. Peristiwa yang satu ini memang menjadi bagian penting dan berharga dalam perjalanan ummat Islam di seluruh pelosok dunia dan terutama di Indonesia. 12 Robi’ul Awwal merupakan tanggal bersejarah, karena telah lahirnya manusia mulya dan teramat mempesona, manusia agung dan istimewa, kemilau akhlaknya memancar sepanjang zaman dan menerpa setiap sudut belahan bumi. Dialah Muhammad Shollallahu ‘alaihi wasallama.
Tahun ini, tanggal 12 Robiul Awwal 1430 H bertepatan dengan tanggal 8 Maret 2009 M., dan seperti tahun-tahun sebelumnya, pemerintah Indonesia menjadikan hari besar Islam ini sebagai hari libur nasional, tak berbilang sudah berapa kali peringatan Maulid Nabi Saw, digelar dan dirayakan, mulai dari tingkat majlis ta’lim, pengurus musholla, pengurus masjid-masjid besar dan hingga pada tingkat organisasi kemasyarakatan terkemuka yang berkiprah di tanah bumi pertiwi ini.
Seakan semua ummat Islam di Indonesia terbuai dan hanyut dalam kerinduan yang sangat mendalam kepada Pemimpin sejati yang satu ini, sejumlah anggaran biaya dan persiapan yang lumayan besar sudah dipersiapkan demi meriah dan semaraknya acara peringatan maulid nabi ini, yang bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah, belum lagi aneka macam makanan dan hidangan khas yang membanjiri disetiap acara tersebut. Begitulah geliat cinta yang sedang merasuk dalam jiwa dan raga setiap muslim Indonesia, semua sedang asyik dalam mengekspresikan kedalaman mahabbah kepada Nabiyyul Musthofa.
Seorang tabi’in bernama al-Imam Hasan Al-Bashri, yang teramat kesohor namanya, seorang yang dibesarkan dikalangan keluarga Rosulullah, yang bahkan nama yang disandangnya adalah merupakan pemberian dari salah satu istri nabi yaitu Ummu Salamah, memberikan sebuah pernyataan yang berkaitan dengan betapa penting dan berharganya peringatan maulid nabi saw. :
وددت لو كان لي مثل جبل أحد ذهبا لانفقته على قراءة مولد الرسول
“Seandainya aku memiliki emas bagaikan gunung uhud, maka aku akan berikan semuanya untuk pembacaan maulid nabi saw.”

Pernyataan Imam Hasan al-Bashri ini boleh jadi dari lantaran kedalaman cinta dari seorang pengikut setia yang teramat besar dan tidak terkira kepada pemimpinnya, sehingga harta yang bila dia memilikinya akan diberikan semuanya demi terdengar gema nama mulya Rosulullah Saw.
Kebesaran nama Muhammad Saw., menjadikan semua ummat Islam berharap mendapatkan syafa’atul ‘uzma kelak, dimana tidak ada yang bisa memberikan pertolongan kecuali beliau, dalam rangka menghantarkan para pencintanya mendapatkan keindahan syurga yang Allah janjikan. Semangat inilah yang menjadi alasan yang paling dominan merasuk kedalam sanubari setiap pengikut nabi.
Setiap orang boleh dan berhak mengaku mencintai nabi saw., tetapi cinta yang sebenarnya adalah sebagaimana yang telah nabi Muhammad berikan catatan khusus tentang siapa saja yang sesungguhnya cinta dengan sebenarnya cinta, dan bahkan nabi juga memberikan catatan khusus terhadap ciri orang yang akan duduk bersanding bersama nabi saw pada hari kiamat nanti, hal ini dipaparkan oleh nabi kepada para sahabatnya dalam sebuah hadits yang sudah teruji ke-shahihan-nya :
أخبركم بأحبكم إلى وأقربكم منى مجلسا يوم القيامة فسكت القوم فأعادها مرتين أو ثلاثا قال القوم نعم يا رسول الله قال أحسنكم خلقا
“akan kuberitahukan kepada kalian mereka yang paling cinta kepadaku dan mereka yang paling dekat duduknya denganku pada hari kiamat, semua sahabat terdiam, maka nabi mengulanginya dua hingga tiga kali, para sahabat menjawab : iya ya Rosulallah, nabi menjawab : yang paling baik akhlaknya diantara kalian” ( al-hadits).

Ternyata cinta kepada nabi saw, bukan hanya sebatas dengan ucapan dan hadir pada setiap majlis maulid, atau dengan membacakan biografi lengkap nabi saw, tetapi lebih dari sekadar pengakuan lisan saja dan harus aplikatif serta kongkrit, yaitu berupa pembenahan akhlak dalam berhubungan kepada Allah ataupun kepada makhluk Allah. Bila benar mengaku cinta kepada nabi saw, dan menginginkan duduk berdekatan dengannya kelak, maka tidak ada pilihan lain melainkan segera menjadikan nabi saw, bukan hanya sebagai nama yang kerap disebutkan dan diucapkan saja, tetapi juga harus menjadikannya sebagai satu-satunya contoh pribadi mulia dengan pesona akhlak yang terpancar dalam perkataan dan perbuatan.
Pertanyaannya sekarang, bila mengaku mencintai nabi, maka sudahkah meniru akhlak nabi dalam keseharian kita?, karena idealnya, seseorang yang mengaku cinta kepada nabi, pastinya orang tersebut menjadi manusia pilihan yang menebarkan kemanfaatan buat yang ada disekitarnya, dia akan menjadi manusia pemaaf, dia akan menjadi manusia yang sangat dermawan dan santun bertutur kata. Kepada Allah, maka seharusnya siapa saja yang mengaku cinta nabi, akan selalu menjadi hamba yang ta’at, atau bahkan mungkin menjadi hamba yang matanya selalu basah dengan air mata pada saat sedang berinteraksi dengan-Nya.
Semoga, peringatan peristiwa kelahiran nabi tahun ini yang ditandai dengan gema nama mulya beliau disetiap tempat dan waktu, akan menjadikan kepada siapa saja yang mengaku cinta kepadanya, bergegas membenahi diri dan merekonstruksi akhlak sebagaimana yang telah dicontohkan nabi pada empat belas abad silam. amin
Wallahu a’lam
[1] Salah seorang Pendiri Majlis Dzikir Sirrul Asror dan Majlis Khotmul Quran di Jakarta Timur dan Bekasi

Kamis, 05 Maret 2009

MAJLIS KHOTMUL QURAN

UNDANGAN UNTUK UMUM
HADIRILAH.. SYIARKANLAH..
MAJLIS KHOTMUL QUR'AN
MENGUNDANG KEAJAIBAN ALLAH
HARI/TANGGAL : 5 MARET 2009
WAKTU : SHOLAT ISYA JAMAAH
TEMPAT : RUMAH H. SYARIF MATNADJIH
BUARAN I RT. 15/8 JATINEGARA CAKUNG JAKARTA TIMUR
ACARA : PEMBACAAN AL-QURAN 30 JUZ DAN MUNAJAT BERSAMA

Rabu, 25 Februari 2009

TENTANG TAREKAT DALAM TASAWWUF

TAREKAT DALAM DUNIA TASAWWUF
Oleh : Syarif Hidayatullah
[1]


Pendahuluan
Ibnu Khaldun (808 H.) memberikan batasan dalam menjelaskan ilmu tasawwuf—sebuah disiplin ilmu dalam kategori ilmu syariat yang muncul di akhir abad ke-2 Hijriyah—sebagai bentuk pelarian dari kemewahan dunia (hedonisme) dan akulturasi budaya yang masuk kepada nilai-nilai keislaman. Beliau sepertinya tidak senang dengan dunia tasawwuf. Kata beliau, “Apakah dengan komposisi dzauq-zuhud-maqâmât-fanâ’ (istilah dalam tasawwuf), lantas para sufi bisa mengejar—paling tidak menyamai—Abu Bakar dan Umar bin Khattab?” Sebuah skeptisisme yang menyindir keasyikan dunia tasawwuf yang mungkin aneh di mata beliau, karena tidak memberikan kontribusi yang signifikan dalam peradaban Islam.
Istilah tasawwuf baru muncul pada awal abad ke-3 Hijriyah (atau paruh ke-2 Hijriyah). Sejak masa rasulullah, khulafa’ur rasyidin, hingga tahun 150 H., tidak ada istilah sufi dan tasawwuf. Istilah ini baru muncul pada tahun 162 Hijriyah di Syam (Syiria) ketika Abu Hasyim al-Kufi (182 H.) disebut sebagai “sufi pertama”. Walaupun sebenarnya yang lebih berhak adalah Hasan al-Bashri (110 H.) yang dikenal dengan kewara’an dan kezuhudannya. Imam Syafi’i (204 H.) termasuk ilmuwan yang anti tasawwuf. Ketika meninggalkan Baghdad, sebelum melakukan migrasi ke Kairo pada tahun 194 H., dan pada waktu itu telah muncul “lagu-lagu sufi”, beliau berkata, “Jika seseorang telah menjadi sufi pada pagi hari, bisa dipastikan ia akan menjadi dungu pada siang hari.” Al-Qusyairi (465 H.) dalam Risalah-nya juga sempat menyinggung rumitnya definisi tasawwuf serta beragamnya akar kata yang dijadikan dasar.
Banyak sekali perbedaan pendapat tentang akar kata tasawwuf. Mulai dari shofâ’, shafwah, shuffah, sophia (Yunani), shûf, shaff dan sebagainya. Namun secara etimologis kata yang paling tepat adalah shûf (kain wol kasar). Dari akar kata ini muncul istilah tashawwafa (berpakain kasar, sederhana), yang mewakili kecenderungan kaum sufi. Mengenai definisi tasawwuf sebagai sebuah ajaran atau ilmu, seperti disinggung di muka, masing-masing ulama mempunyai definisi sendiri-sendiri sesuai dengan latar belakang dan sudut pandang yang mereka gunakan. Namun intinya sama, yaitu bermuara pada peningkatan kehidupan asketis (zuhud) dan pengembangan akhlaq menuju keikhlasan perjumpaan dengan Sang Khaliq. Pendapat ini didukung oleh orientalis kebangsaan Jerman, Theodore Noldeke (1950).
Setelah para sufi meninggal dunia, maka tinggallah murid-muridnya. Para murid berusaha melestarikan ajaran syaikhnya dengan cara taqlied. Sekelompok orang yang mengikatkan diri secara taqlid kepada pendapat dan ajaran seorang sufi disebutlah Tarekat. Kalau mereka mengikatkan diri kepada pendapat dan pengalaman suci syaikh Abdul Qadir Jailani, disebutlah Tarekat Qadiriyah.. Dikenallah nama-nama tarekat sesuai syaikh yang jadi anutannya, misalnya tarekat Naqsyabadiyah, Tarekat Tijaniyah, Tarekat Sanusiah dan lain-lain.

Pembahasan
Pengertian tarekat (thariqah, jamaknya taraiq) secara etimologis antara lain berarti jalan (kaifiyah), metode, sistem (al-uslub), haluan (madzhab), atau keadaan (al-halah). Secara istilah tarekat bisa bermacam-macam, pertama: tarekat berarti perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan. Kedua :Tarekat juga dapat difahami sebagai sebuah organisasi keagamaan dalam Islam yang menghimpun anggota-anggota sufi yang sepaham bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Dalam pengertian ini maka tarekat adalah organisasi orang-orang yang mengikat diri kepada satu faham, pendapat (madzhab) dan pengalaman suci seorang sufi (mursyid), misalnya Tarekat Qadiriyah ialah sekelompok orang yang mengikatkan diri kepada faham, pendapat dan pengalaman suci Syaik Al-Tijani, dll. Ketiga: Tarekat bisa juga bermakna wirid atau dzikir-dzikir yang dirumuskan sedemikian rupa yang harus dibaca dengan jumlah tertentu.
Dari beberapa pengertian makna tarekat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Tarekat dalam tasawuf adalah suatu petunjuk yang harus dilaksanakan oleh setiap calon sufi untuk mencapai tujuannya, yakni berada di hadirat Allah SWT. Tanda tercapainya tujuan itu adalah tidak adanya hijab, dinding yang membatasi mata batin seseorang dengan Allah SWT. Sebelum mencapai tujuan itu, calon sufi harus harus melalui beberapa tahapan:
1. TobatMemohon ampunan dari Allah SWT atas semua dosa-dosanya yang pernah dilakukan dalam hidup baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
2. Zuhud
Sikap hidup yang tidak terlalu mencintai kesenangan dan yang berkaitan dengan duniawi baik itu berupa kedudukan, materi dan lain sebagainya.
3. RidhaMenerima segala takdir dari Allah SWT dengan senang hati. Ciri-ciriorang yang ridha kepada Allah SWT antara lain tidak pernah menyesalinasibnya sekalipun sangat buruk dan tidak pernah berkeluh kesah ketika ditimpa musibah dan masalah.
4. MahabbahMencintai Allah dalam arti mematuhi segala perintah dan menjauhisegala larangan-Nya dalam keadaan senang maupun duka.
5. MakrifatullahMengenal Allah SWT dengan hati nurani. Jika seseorang sudah mencapaitahap terakhir, maka ia telah menjadi sufi.
Mencapai tingkatan sufi memang tidak gampang. Tahap demi tahap yangharus dilaluinya cukup berat. Oleh karena itu setiap Tarekat yangdiakui sah oleh ulama memiliki lima dasar pencapaian tujuan, yaitu:
1. Menuntut ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan semua perintah Allah SWT.
2. Mendampingi guru dan teman-teman sesama Tarekat untuk melihatbagaimana cara melakukannya.
3. Meninggalkan segala rukhsah (keringanan atau kemudahan buat yangtidak mampu memenuhi syarat-rukunnya ibadah karena suatu sebab) danta'wil (menafsirkan makna ayat-ayat yang memiliki beberapa pengertiantersembunyi).
4. Memelihara diri dan memanfaatkan waktu dengan segala zikir, wiriddan doa, guna mempertebal khusyu dan hudur.
5. Mengekang diri dari segala hawa nafsu negatif agar terhindar darisegala kemaksiatan dan kesalahan.

A. SULUK
Dalam praktek Tarekat dikenal istilah suluk, yakni latihan dalamjangka waktu tertentu untuk mencapai suatu keadaan tertentu yangdilakukan oleh orang salik, orang yang melakukan Tarekat tersebut.
Tarekat bertujuan mempelajari kesalahan- kesalahan diri baik yang berkaitan dengan amal ibadah maupun dengan pergaulan sehari-hari dengan sesama manusia, kemudian berniat dan berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaikinya. Usaha memperbaiki diri ini dilakukan oleh seorang guru, yang kerap disebut syekh atau mursyid. Mengingat kesalahan orang yang mulai menekuni Tarekat itu bermacam-macam, maka usaha perbaikan yang diterapkan oleh syekh atau mursyid tadi juga bermacam-macam. Dengan kata lain jalan menuju tingkatan sufi itu bermacam-macam.
Apabila diketahui seorang murid memiliki sifat tak terpuji dalambergaul dengan sesama manusia dan senantiasa membanggakan diri,keturunan, kedudukan dan sebagainya, maka sang mursyid atau gurumengajarkan cara memperbaiki kesalahan dengan menyuruhnya memilihsuluk yang dinamakan thariqul khidmah wa bazlul jah, yaitu mendidikmurid agar sedikit demi sedikit memperoleh kegemaran dalam berbuatkebajikan terhadap sesama manusia dan menjauhi sifat membanggakandiri dari segala sesuatu yang dimiliki.
Ada juga mursyid yang menganjurkan muridnya memilih suluk `jalanibadah', yaitu memperbaiki kualits praktik beribadah kepada Allah SWTmeningkatkan volumenya demi tercapainya kesempurnaan. Oleh karena itumurid yang memilih suluk ini sibuk dengan air wudhu, shalat, wiriddan zikir serta mengamalkan ibadah-ibadah sunnah.
Kemudian ada suluk yang dinamakan thariqul mujahadat wa rukubilahwat, yakni melatih murid agar hanya takut pada Allah SWT, sehinggaia berani membenarkan yang benar dan memperjuangkannya serta beranimenyalahkan yang salah dan menumpasnya. Suluk semacam ini diajarkankepada orang-orang yang memiliki sifat pengecut dan penakut dalammenghadapi ketidakadilan.

Ada beberapa hal yang harus dilaksanakan dalam suluk, yaitu:
1. Seorang murid bertobat di depan mursyid dan menyerahkan dirikepadanya untuk menyempurnakan segala amalan dalam suluknya.Acara ini dilakukan sebagai suatu upacara, kadang dihadiri olehbeberapa orang. Inilah yang sering disebut tahkim. Dalam tahkimdibaca lafadz basmalah, dua kalimat syahadat, ayat-ayat Al-Quran yangberisi wasiat agar tahut kepada Allah, mengaku rela ber-Tuhan Allah,rela beragama Islam, rela bernabi Muhammad, kemudian berbai'at(sumpah untuk selalu patuh pada janji yang selalu diucapkannya) danber-syeikh kepada orang yang menjadi gurunya. Setelah itu sangmursyid meminta para hadirin membacakan kalimat Fatihah untuk simurid.
2. Berbekal takwa, yaitu takut kepada Allah dengan sesungguhnya.Dalam hal ini mursyid menekankan arti takwa, dengan menganjurkanuntuk melaksanakan taat secara lahir batin dan meninggalkan segalamacam maksiat lahir batin.
3. Memelihara zikir, yang menurut Abu Ali Ad-daqdaq merupakan pedangbagi seorang murid untuk membasmi musuh-musuhnya yaitu hawa nafsu dan setan. Selain itu menurut Abdul Wahab Asy-Sya'rani – tokoh tarekat terkenal – berzikir secara terus-menerus dapat menghilangkan penyakit-penyakit hati seperti angkuh, sombong, ria, iri dan sebangsanya.
4. Memelihara himmah, yaitu kesungguhan hati dan tekad untuk menjalanisuluk secara terus-menerus tanpa merasa lelah agar dapat mencapaimartabat yang tinggi yang dapat membawanya kepada maqam-maqam yangmulia, yaitu maqam-maqam wali Allah dan Arifin.
5. Mentaati guru yang mengetahui jalan kepada Allah SWT danmembimbingnya mencapai tujuan tersebut.
6. Mendirikan seluruh amal ibadah yang wajib dan yang sunnah.Dengan demikian seseorang yang mengikuti Tarekat haruslah menguasaisepenuhnya pengetahuan tentang Syari'at.

Selain menjalankan kewajiban di atas, bila dianggap perlu, mursyidmenganjurkan muridnya untuk menjalankan beberapa keharusan lain,yaitu:
1. Menahan lapar dan haus dengan mengurangi makan dan minum.Tujuannya untuk membersihkan hati dan menolak godaan syetan. Dalamhal ini Rasulullah SAW pernah bersabda pada Aisyah, "Sempitkan loronglalu-lintas setan dengan menahan lapar."
2. Mengurangi tidur dan memperbanyak beribadah di malam hari.Banyak tidur mengakibatkan hati mati dan pikiran tumpul.
3. Memelihara sammat, yakni berdiam diri, berbicara seperlunya.Dikecualikan apabila berbicara dalam hal menerangkan tentang masalah-masalah agama, misalnya seperti memberi nasihat.

B. MACAM-MACAM TAREKAT
Jumlah Tarekat yang diakui kebenarannya cukup banyak, akan tetapiyang memiliki anggota sampai kini antara lain tinggal tujuh macam,yaitu:

1. Tarekat Khalawatiyah
2. Tarekat Naksyabandiyah
3. Tarekat Qadiriyah
4. Tarekat Rifa'yah
5. Tarekat Sammaniyah
6. Tarekat Syaziliyah
7. Tarekat Tijaniyah
Berikut uraian atas seputar Tarekat tersebut:
1. TAREKAT KHALAWATIYAH
Cabang dari Tarekat Aqidah Suhrardiyah yang didirikan di Baghdat olehAbdul Qadir Suhrawardi dan Umar Suhrawardi. Mereka menamakan dirigolongan Siddiqiyah karena mengklaim sebagai keturunan khalifah AbuBakar r.a. Khalawatiyah ini didirikan di Khurasan oleh Zahiruddin danberhasil berkembang sampai ke Turki. Tidak mengherankan jika TarekatKhalawatiyah ini banyak cabangnya antara lain; Tarekat Dhaifiyah diMesir dan di Somalia dengan nama Salihiyah.
a. Tarekat Khalawatiyah ini membagi manusia menjadi tujuh tingkatan:Manusia yang berada dalam nafsul ammarahIalah mereka yang jahil, kikir, angkuh, sombong, pemarah, gemarkepada kejahatan, dipengaruhi syahwat dan sifat-sifat tercelalainnya. Mereka ini bisa membebaskan diri dari semua sifat-sifattidak terpuji tersebut dengan jalan memperbanyak zikir kepada AllahSWT dan mengurangi makan-minum. Maqam mereka adalah aghyar, artinya kegelap-gulitaan.
b. Manusia yang berada dalam nafsul lawwamahIalah mereka yang gemar dalam mujahaddah (meninggalkan perbuatan buruk) dan berbuat saleh, namun masih suka bermegah-megahan dan suka pamer. Cara untuk melenyapkan sifat-sifat buruk tersebut adalah mengurangi makan-minum, mengurangi tidur, mengurangi bicara, sering menyendiri dan memperbanyak zikir serta berpikir yang baik-baik. Maqam mereka adalah anwar, artinya cahaya yang bersinar.
c. Manusia yang berada dalam nafsul mulhamahIalah mereka yang kuat mujahaddah dan tajrid, karena ia telah menemui isyarat-isyarat tauhid, namun belum mampu melepaskan diri dari hukum- hukum manusia. Cara untuk melepaskan kekurangannya adalah dengan jalan menyibukkan batinnya dalam Hakikat Iman dan menyibukkan diri dalam Syari'at Islam. Maqam mereka adalah kamal, artinya kesempurnaan.
d. Manusia yang berada dalam nafsul muthma'innahIalah mereka yang tidak sedikit pun meninggalkan ajaran Islam, mereka merasa nyaman jika berakhlak seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan merasa belum tentram hatinya jika belum mengikuti petunjuk dan sabda Beliau. Manusia seperti ini sangat menyenangkan siapa pun yang melihatnya dan mengajaknya berbicara.
e. Manusia yang berada dalam nafsul radhiyah Ialah mereka yang sudah tidak menggantungkan diri kepada sesame manusia, melainkan hanya kepada Allah SWT. Mereka umumnya sudah melepaskan sifat-sifat manusia biasa. Maqam mereka adalah wishal, artinya sampai dan berhubungan.
f. Manusia yang berada dalam nafsul mardhiyah Ialah mereka yang telah berhasil meleburkan dirinya ke dalam kecintaan khalik dan khalak, tidak ada penyelewengan dalam syuhudnya. Ia menepati segala janji Tuhan dan meletakkan segala sesuatu padatempatnya. Maqam mereka adalah tajalli af'al, artinya kelihatanTuhan.
g. Manusia yang berada dalam nafsul kaamilah Ialah mereka yang dalam beribadah menyertakan badannya, lidahnya, hatinya dan anggota-anggota tubuhnya yang lain. Mereka ini banyak beristighfar, banyak ber-tawadhu' (rendah hati atau tidak suka menyombongkan diri). Kesenangan dan kegemarannya adalah dalam tawajjuh khalak. Maqam mereka adalah tajalli sifat, artinya tampak nyata segala sifat Tuhan.

2. TAREKAT NAKSYABANDIYAH
Pendiri Tarekat Naksyabandiyah ialah Muhammad bin Baha'uddin Al-Huwaisi Al Bukhari (717-791 H). Ulama sufi yang lahir di desaHinduwan – kemudian terkenal dengan Arifan, beberapa kilometer dariBukhara. Pendiri Tarekat Naksyabandiyah ini juga dikenal dengan namaNaksyabandi yang berarti lukisan, karena ia ahli dalam memberikangambaran kehidupan yang ghaib-ghaib. Kata `Uwais' ada pada namanya,karena ia ada hubungan nenek dengan Uwais Al-Qarni, lalu mendapatpendidikan kerohanian dari wali besar Abdul Khalik Al-Khujdawani yangjuga murid Uwais dan menimba ilmu Tasawuf kepada ulama yang ternamakala itu, Muhammad Baba Al-Sammasi.
Tarekat Naksyabandiyah mengajarkan zikir-zikir yang sangat sederhana,namun lebih mengutamakan zikir dalam hati daripada zikir denganlisan. Ada enam dasar yang dipakai sebagai pegangan untuk mencapai tujuan dalam Tarekat ini, yaitu:
a. Tobat
b. UzlaYaitu mengasingkan diri dari masyarakat ramai yang dianggapnya telah mengingkari ajaran-ajaran Allah dan beragam kemaksiatan, sebab ia tidak mampu memperbaikinya.
c. Zuhud
d. Taqwa
e. QanaahYaitu menerima dengan senang hati segala sesuatu yang dianugerahkan oleh Allah SWT.
f. Taslim
Hukum yang dijadikan pegangan dalam Tarekat Naksyabandiyah ini juga ada enam, yaitu:
a. Zikir
b. Meninggalkan hawa nafsu
c. Meninggalkan kesenangan duniawi
d. Melaksanakan segenap ajaran agama dengan sungguh-sungguh
e. Senantiasa berbuat baik (ihsan) kepada makhluk Allah SWT
f. Mengerjakan amal kebaikan
3. TAREKAT QADIRIYAH
Pendiri Tarekat Qadiriyah adalah Syeikh Abduk Qadir Jailani, seorang ulama yang zahid, pengikut mazhab Hambali. Ia mempunyai sebuah sekolah untuk melakukan suluk dan latihan-latihan kesufian di Baghdad. Pengembangan dan penyebaran Tarekat ini didukung oleh anak- anaknya antara lain Ibrahim dan Abdul Salam. Sebagaimana Tarekat yang lain, Qadiriyah juga memiliki dan mengamalkan zikir dan wirid tertentu.
Sejak kecil, Syeikh Abdul Qadir telah menunjukkan tanda-tanda sebagai Waliyullah yang besar. Ia adalah anak yang sangat berbakti pada orang tua, jujur, gemar belajar dan beramal serta menyayangi fakir miskin dan selalu menjauhi hal0hal yang bersifat maksiat. Ia memang lahir dan dididik dalam keluarga yang taat karena ibunya yang bernama Fatimah dan kakeknya Abdullah Sum'i adalah wali Allah SWT.
Syeikh Abdul Qadir Jailani dikaruniai oleh Allah SWT keramat sejak masih muda, sekitar usia 18 tahun. Dikisahkan dalam manaqib (biografi) beliau bahwa ketika ia akan membajak sawah, sapi yang menarik bajak mengatakan kepadanya, "Engkau dilahirkan ke dunia bukan untuk kerja begini." Peristiwa yang mengejutkan ini mendorongnya untuk bergegas pulang. Ketika ia naik ke aatas atap rumah, mata batinnya melihat dengan jelas suatu majelis yang sangat besar di Padang Arafah. Setelah itu ia memohon kepada ibunya agar membaktikan dirinya kepada Allah SWT dan berkenan mengirimkannya ke kota Baghdad yang kala itu menjadi pusat ilmu pengetahuan yang terkenal bagi kaum muslimin. Dengan sangat berat hati ibunya pun mengabulkannya.
Suatu hari bergabunglah Abdul Qadir Jailani dengan kafilah yangmenuju Baghdad. Ketika hampir sampai di tujuan, kafilah ini dikepungoleh sekawanan perampok. Semua harta benda milik kafilah dirampas,kecuali bekal yang dibawa oleh Abdul Qadir Jailani. Salah seorangkawanan perampok kemudian mendatanginya dan bertanya, "Apa yangengkau bawa?" Dengan jujur Abdul Qadir Jailani menjawab, "Uang empatpuluh dinar."
Perampok itu membawa Abdul Qadir Jailani menghadap pimpinannya danmenceritakan tentang uang empat puluh dinar. Pemimpin perampok itupun segera meminta uang yang empat puluh dinar tadi, namun ia merasaterpesona oleh kepribadian Abdul Qadir Jailani. "Mengapa engkau berkata jujur tentang uang ini?" Dengan tenang Abdul Qadir Jailani, "Saya telah berjanji kepada ibu untuk tidak berbohong kepada siapapun dan dalam keadaan apapun.
Seketika pemimpin perampok tersebut terperangah, sejenak kemudian ia menangis dan menyesali segala perbuatan zalimnya. "Mengapa saya berani terus-menerus melanggar peraturan Tuhan, sedangkan pemuda ini melanggar janji pada ibunya sendiri saja tidak berani." Ia kemudian memerintahkan semua barang rampasan kepada pemiliknya masing-masing dan sejak itu berjanji untuk mencari rezeki dengan jalan yang halal.
Semasa Abdul Qadir Jailani masih hidup, Tarekat Qadiriyah sudah berkembang ke beberapa penjuru dunia, antara lain ke Yaman yang disiarkan oleh Ali bin Al-Haddad, di Syiria oleh Muhammad Batha', di Mesir oleh Muhammad bin Abdus Samad serta di Maroko, Turkestan dan India yang dilakukan oleh anak-anaknya sendiri. Mereka sangat berjasa dalam menyempurnakan Tarekat Qadiriyah. Mereka pula yang menjadikan tarekat ini sebagai gerakan yang mengumpulkan dan menyalurkan dana untuk keperluan amal sosial.4. TAREKAT RIFAIYAH
Pendirinya Tarekat Rifaiyah adalah Abul Abbas Ahmad bin Ali Ar-Rifai.Ia lahir di Qaryah Hasan, dekat Basrah pada tahun 500 H (1106 M),sedangkan sumber lain mengatakan ia lahir pada tahun 512 H (1118 M).Sewaktu Ahmad berusia tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia laludiasuh pamannya, Mansur Al-Batha'ihi, seorang syeikh Trarekat. Selainmenuntut ilmu pada pamannya tersebut ia juga berguru pada pamannyayang lain, Abu Al-Fadl Ali Al Wasiti, terutama tentang Mazhab FiqhImam Syafi'i. Dalam usia 21 tahun, ia telah berhasil memperolehijazah dari pamannya dan khirqah 9 sebagai pertanda sudah mendapatwewenang untuk mengajar.
Ciri khas Tarekat Rifaiyah ini adalah pelaksanaan zikirnya yangdilakukan bersama-sama diiringi oleh suara gendang yang bertalu-talu.Zikir tersebut dilakukannya sampai mencapai suatu keadaan dimanamereka dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang menakjubkan, antaralain berguling-guling dalam bara api, namun tidak terbakar sedikitpun dan tidak mempan oleh senjata tajam.
5. TAREKAT SAMMANIYAH
Kemunculan Tarekat Sammaniyah bermula dari kegiatan Syeikh Muhammad Saman, seorang guru masyhur yang mengajarkan Tarekat di Madinah.Banyak orang Indonesia terutama dari Aceh yang pergi ke sanamengikuti pengajarannya. Oleh sebab itu tidak mengherankan jikaTarekat ini tersebar luas di Aceh dan terkenal dengan nama TarekatSammaniyah.
Sebagaimana guru-guru besar Tasawuf, Syeikh Muhammad Saman terkenal akan kesalehan, kezuhudan dan kekeramatannya. Salah satu keramatnyaadalah ketika Abdullah Al-Basri – karena melakukan kesalahan –dipenjarakan di Mekkah dengan kaki dan leher di rantai. Dalam keadaanyang tersiksa, Al-Basri menyebut nama Syeikh Muhammad Saman tigakali, seketika terlepaslah rantai yang melilitnya. Kepada seorangmurid Syeikh Muhammad Saman yang melihat kejadian tersebut, Al-Basrimenceritakan, "kulihat Syeikh Muhammad Saman berdiri di depanku danmarah. Ketika kupandang wajahnya, tersungkurlah aku pingsan. Setelahsiuman, kulihat rantai yang melilitku telah terputus."
Perihal awal kegiatan Syeikh Muhammad Saman dalam Tarekat danHakikat, menurut Kitab Manaqib Tuan Syeikh Muhammad Saman, adalahsejak pertemuannya dengan Syeikh Abdul Qadir Jailani. Kisahnya, disuatu ketika Syeikh Muhammad Saman berkhalwat (bertapa) di suatutempat dengan memakai pakaian yang indah-indah. Pada waktu itu datangSyeikh Abdul Qadir Jailani membawakan pakaian jubah putih. "Inipakaian yang cocok untukmu." Ia kemudian memerintahkan SyeikhMuhammad Saman agar melepas pakaiannya dan mengenakan jubah putihyang dibawanya. Konon semula Syeikh Muhammad Saman menutup-nutupiilmunya sampai datanglah perintah dari Rasulullah SAW menyebarkannyadalam kota Madinah.
Tarekat Sammaniyah juga mewiridkan bacaan zikir yang biasanyadilakukan secara bersama-sama pada Malam Jum'at di masjid-masjid ataumushalla sampai jauh tengah malam. Selain itu ibadah yang diamalkanoleh Syeikh Muhammad Saman yang diikuti oleh murid-muridnya sebagaiTarekat antara lain adalah shalat sunnah Asyraq dua raka'at, shalatsunnah Dhuha dua belas raka'at, memperbanyak riadhah (melatih dirilahir batin untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT) dan menjauhkandiri dari kesenangan duniawi.

6. TAREKAT SYAZILIYAH
Pendiri Tarekat Syaziliyah adalah Abdul Hasan Ali Asy-Syazili,seorang ulama dan sufi besar. Menurut silsilahnya, ia masih keturunanHasan, putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah SAW. Iadilahirkan pada 573 H di suatu desa kecil di kawasan Maghribi.Tentang arti kata "Syazili" pada namanya yang banyak dipertanyakanorang kepadanya, konon ia pernah menanyakannya kepada Tuhan dan Tuhanpun memberikan jawaban, "Ya Ali, Aku tidak memberimu nama Syazili,melainkan Syazz yang berarti jarang karena keistimewaanmu dalamberkhidmat kepada-Ku.
Ali Syazili terkenal sangat saleh dan alim, tutur katanya enakdidengar dan mengandung kedalaman makna. Bahkan bentuk tubuh danwajahnya, menurut orang-orang yang mengenalnya, konon mencerminkankeimanan dan keikhlasan. Sifat-sifat salehnya telah tampak sejak iamasih kecil. Apalagi setelah ia berguru pada dua ulama besar – AbuAbdullah bin Harazima dan Abdullah Abdussalam ibn Masjisy – yangsangat meneladani khalifah Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib.
Dalam jajaran sufi, Ali Syazili dianggap seorang wali yang keramat.Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa ia pernah mendatangi seorangguru untuk mempelajari suatu ilmu. Tanpa basa-basi sang gurumengatakan kepadanya, "Engkau mendapatkan ilmu dan petunjuk beramaldariku? Ketahuilah, sesungguhnya engkau adalah salah seorang guruilmu-ilmu tentang dunia dan ilmu-ilmu tentang akhirat yang terbesar."Kemudian pada suatu waktu, ketika ingin menanyakan tentang IsmulA'zam kepada gurunya, seketika ada seorang anak kecil datangkepadanya, "Mengapa engkau ingin menanyakan tentang Ismul A'zamkepada gurumu? Bukankah engkau tahu bahwa Ismul A'zam itu adalahengkau sendiri?"
Tarekat Syaziliyah merupakan Tarekat yang paling mudah pengamalannya. Dengan kata lain tidak membebani syarat-syarat yang berat kepada Syeikh Tarekat. Kepada mereka diharuskan:
a. Meninggalkan segala perbuatan maksiat.
b. Memelihara segala ibadah wajib, seperti shalat lima waktu, puasaRamadhan dan lain-lain.
c. Menunaikan ibadah-ibadah sunnah semampunya.
d. Zikir kepada Allah SWT sebanyak mungkin atau minimal seribu kalidalam sehari semalam dan beristighfar sebanyak seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.
e. Membaca shalawat minimal seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.
7. TAREKAT TIJANIYAH
Pendiri Tarekat Tijaniyah ialah Abdul Abbas bin Muhammad bin Muchtar At-Tijani, seorang ulama Algeria yang lahir di `Ain Mahdi. Menurut sebuah riwayat, dari pihak bapaknya ia masih keturunan Hasan bin Ali bin Abu Thalib. Keistimewaannya adalah pada saat ia berumur tujuh tahun, Konon Tijani sudah menghapal Alqur'an, kemudian mempelajari pengetahuan Islam yang lain, sehingga ia menjadi guru dalam usia belia.
Ketika naik haji di Madinah, Tijani berkenalan dengan Muhammad binAbdul Karim As-Samman, pendiri Tarekat Sammaniyah. Setelah itu iamulai mempelajari ilmu-ilmu rahasia batin. Gurunya yang lain dalambidang Tarekat ini ialah Abu Samghun As-Shalasah. Dari sinilahpandangan batinnya mulai terasah. Bahkan konon dalam keadaan terjagaia bertemu Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan kepadanya beberapawirid, istighfar dan shalawat yang masing-masing harus diucapkanseratus kali dalam sehari semalam. Selain itu Nabi Muhammad SAW jugamemerintahkan agar Tijani mengajarkan wirid-wirid tersebut kepadasemua orang yang menghendakinya.
Wirid-wirid yang harus diamalkan dalam Tarekat Tijaniyah sangat sederhana, yaitu terdiri dari istighfar seratus kali, shalawatseratus kali dan tahlil seratus kali. Semua wirid tersebut bolehdiamalkan dua waktu sehari yaitu pagi setelah Shalat Shubuh dan soresetelah Shalat Ashar.

C. Pro dan Kontra Tentang Tarekat Dalam Dunia Tasawwuf
Begitu banyaknya aliran dan bentuk tarekat dalam dunia Tasawwuf mengundang dan menimbulkan Pro dan kontra dalam menyikapinya, tetapi semua adalah hal biasa yang tidak perlu dibesar-besarkan. Yang menarik, kecenderungan sufisme terbilang sangat besar dan apalagi di Indonesia. Penerbit-penerbit buku berlomba untuk meluncurkan buku tasawwuf yang menjelaskan tentang tarekat dan proses yang harus ditempuh untuk mendapatkan kedamaian dalam hati. Kaum intelektual, para ekskutif, bahkan para selebritis banyak yang tertarik dengan salah satu aliran tarekat yang ada dalam tasawwuf. Kajian terhadap sebuah aliran tarekat tasawwuf banyak digelar dan dihadiri banyak peminatnya. Manajemen Qalbu menyerap peminat yang melimpah. Mengapa? Karena tarekat menawarkan ketenangan hidup di tengah kesumpekan dunia. Kemesraan dengan Allah di tengah kegersangan nilai-nilai kehidupan. Kelezatan dzikir dan ibadah di tengah panasnya budaya yang semakin menyesatkan. Tarekat menjadi sangat tepat dirasakan bagi mereka yang gelisah, tegang dan gersang rohaninya. Terutama masyarakat kota yang hidup dalam kemodernan yang seringkali membuat stress. Datanglah konsep tarekat yang merupakan sebagai penawar. Rumusnya adalah: fasabbih bihamdi rabbika wastaghfir (Maka bertasbihlah kepada Tuhanmu, dan mohonlah ampunan!).
Merebaknya gelombang sufisme kota ini sedikit membenarkan dialektika historis. Tasawwuf sebagai pengganti formalitas syariat. Ini berlaku secara global, dimana etika tetap lebih tinggi dari hukum.
Gugatan terhadap tarekat dalam tasawwuf pada akhirnya akan mempopulerkan tarekat itu sendiri. Karena itu sebagai jalan tengah adalah : menetapkan jalur yang sudah ada tanpa menghiraukan istilah-istilah yang berkembang. Sebab keragaman istilah hanya akan menyesatkan, jika kita terjebak pada simbol dan bukan substansi istilah itu sendiri. Apapun namanya, tarekat dalam tasawwuf adalah proses penyempurnaan akhlaq. Siapapun mursyid-nya, acuannya adalah rasulullah Saw. dan para sahabat. Apapun aliran tarekatnya, syariat harus dijadikan sebagai landasan utamanya. Apapun atribut yang dipakai, (dengan istilah Tasawwuf Modern, Sufisme Kota, Tasawwuf Klasik, Neo Sufisme, Tasawwuf Islam, Sufisme Desa, dll) kita harus tetap berada dalam koridor al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum permanen. Lepas dari itu semua, permasalahan akan kembali kepada diri kita sendiri: apakah kita termasuk yang pro terhadap tarekat dan menganggapnya sebagai ajaran nilai dan budaya, atau termasuk orang yang kontra dan menganggapnya sebagai produk ilegal dalam agama (bid’ah). Namun satu hal yang pasti: ketika tarekat diartikan sebagai jalan menuju kesempurnaan akhlaq, maka setiap muslim adalah sufi.
Wallahu a’lam.




Referensi:
1. Abu al-Qosim Abdul karim Hawazin Al-Qusyairi An-Naisaburi, Risalah Qusyairiyah: Sumber Kajian Ilmu Tasawwuf, Pustaka Amani, Jakarta, 2007
2. Abdurrahman A. Khaliq, al-Fikr al-Shufi, Maktabah Darus Salam, Riyadh, 1994
3. Abdurahman Ibnu Khaldun, al-Muqaddimah, Darul Fikr, Beirut
4. Ali Abdullah al-Daffa’, Rawa’i‘ al-Hadharah al-Islamiyyah, al-Risalah Publishing, Beirut, Cet. I, 1998
5. Prof. Dr. Amin Syukur, Menggugat Tasawwuf, Jakarta, 2002
6. Dr. Alwi Shihab, Islam Sufistik dan Pengaruhnya di Indonesia, Mizan, Bandung, Cet. I, 2001
7. Ihsan Ilahi Dzahir, Dirasat fi al-Tasawwuf, Idarah Sunnah, Pakistan, Cet. I, 1998
8. Dr. Yusuf Qaradhawi, Mawqif al-Islam min al-Ilham wa al-Kasyf, Maktabah Wahbah, Kairo, 1997
[1] Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Islam As-Syafi’iyyah Jurusan Studi Ilmu Dakwah

Senin, 26 Januari 2009

JIHAD DI JALAN ALLAH ( DISAMPAIKAN PADA MATA KULIAH NUSHUS AD-DA'WAH PROGRAM MEGISTER UNIVERSITAS ISLAM ASY-SYAFI'IYYAH)

JIHAD DI JALAN ALLAH
Oleh: Syarif Hidayatullah

Pendahuluan

Dari Amru bin Abasah ra. beliau berkata," Ada orang bertanya kepada Rosululloh,"Wahai Rosululloh, apakah Islam itu ?" Beliau menjawab," Hatimu merasa aman, dan juga orang-orang muslim merasa aman dari gangguan lidah dan tanganmu." Orang tersebut bertanya,"Lalu Islam bagaimanakah yang paling utama?' Beliau menjawab,"Iman." Orang tersebut bertanya lagi," Apakah iman itu?" Beliau menjawab," Kamu beriman kepada Alloh, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rosul-rosul-Nya dan kebangkitan setelah mati." Orang tersebut bertanya lagi,"Lalu iman bagaimanakah yang paling utama itu?" Beliau menjawab,"'Hijrah." Orang tersebut bertanya lagi," Apakah hijrah itu?" Beliau menjawab,"Engkau meninggalkan amalan jelek." Orang tersebut bertanya lagi,"Lalu hijrah bagaimanakah yang paling utama itu?" Beliau menjawab," Jihad." Orang tersebut bertanya lagi,"Apakah jihad itu?" Beliau menjawab," Engkau memerangi orang kafir jika kamu bertemu mereka." Orang tersebut bertanya lagi," Lalu bagaimanakah jihad yang paling utama itu?" Beliau menjawab," Siapa saja yang terluka kudanya dan tertumpah darahnya", Rosulullah Shollallahu 'Alahi wasallam berkata: kemudian dua amalan yang merupakan amalan yang paling utama kecuali barang siapa yang bisa beramal yang menyerupainya ; haji mabrur dan 'umroh.[1]
Secara etimologi kata jihad berasal dari bahasa Arab jahada-yajhadu-juhdan yang maknanya kesukaran, daya dan tenaga yang dicurahkan untuk mencapai sesuatu yang baik dengan lisan atau perbuatan. Jalan Allah dalam bahasa Arab disebut sabilullah yang berarti setiap perbuatan yang ikhlas yang dilakukan seorang muslim dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan menurut pengertian terminologi, Jihad adalah segala usaha dan upaya yang dilakukan, baik perbuatan maupun perkataan, untuk melawan musuh-musuh Islam yaitu orang-orang kafir, orang-orang yang murtad dan yang yang membenci Islam[2]. Allah swt berfirman di dalam Al Qur’an:
وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah: 217)
Pada ayat di atas, Allah swt dengan tegas mengatakan bahwa orang-orang yang kafir akan selalu berusaha dengan sekuat tenaga mereka, tanpa mengenal lelah untuk mengajak kaum mu’min untuk mengikuti langkah mereka untuk kembali kepada jalan yang dimurkai oleh Allah swt. Sehingga sangat pantaslah, jika Allah swt memberikan penilain khusus kepada orang-orang yang berjihad setiap saat karena berusaha untuk melawan upaya dari orang-orang kafir yang memusuhi Islam. Dan Allah swt juga telah menetapkan ganjaran neraka bagi orang-orang yang mengikuti ajakan kaum kafir. Tetapi pada bagian ayat sebelumnya Allah juga mengingatkan bahwa jihad adalah sesuatu perkara yang berat, sesuatu yang menurut Allah kebanyakan manusia tidak mengetahui akan manfaat dan hikmah besar sebagaimana terungkap dalam ayat berikut :
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (QS. Al-Baqoroh : 216)
Pembahasan
Tema jihad merupakan bagian dari Amar ma'ruf dan Nahi Munkar; bahkan ia menduduki tingkatan yang paling tinggi, utama dan mulia. Sebab perintahnya adalah mengenai puncak kebaikan, yaitu kepada Tauhid dan Islam. Sementara larangannya adalah mengenai kemungkaran dan dosa yang amat keji, yaitu kufur (tidak beriman kepada Allah) dan Isyrak Billah (menyekutukan Allah).[3]
Imam Ibnul Qoyyim berpendapat bahwa proses jihad yang dilakukan oleh nabi Saw, sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah Swt, melalui beberapa tahapan, pertama: perintah untuk memulai jihad dari diri sendiri, ke-dua : perintah untuk mengajak jihad kepada keluarga dekat, ke-tiga : perintah mengajak jihad kepada pengikut-pengikutnya, ke-empat : perintah menyeru untuk jihad kepada bangsa Arab sekitar, kelima : perintah jihad untuk seluruh bangsa Arab tanpa terkecuali dan tahapan terakhir sebagai puncaknya adalah perintah untuk menyeru jihad kepada seluruh ummat manusia[4].
Nabi Muhammad Saw, selama sepuluh tahun lebih sesudah kenabiannya berdakwah dengan tanpa kekerasan dan peperangan, juga tanpa pungutan jizyah. Allah memerintahkan kepada nabi untuk berdakwah secara lembut dan pasrah terhadap perlawanan dari penolakan dakwah yang beliau sampaikan. Setelah turun perintah hijrah ke kota Madinah barulah diperbolehkan untuk berperang dan tetap menghormati golongan yang tidak mengganggu. Pada kondisi seperti ini maka orang kafir quraisy terbagi menjadi tiga kategori :
Golongan yang berdamai dan tidak memusuhi Islam.
Golongan yang memusuhi dan memerangi Islam.
Golongan dzimmi, yaitu golongan yang menyatakan kepatuhannya kepada negara Islam dan mendapat jaminan hidup aman di bawah pemerintahan Islam[5].
Setelah diturunkannya surat baro'at ( surat at-taubah ) barulah ada kejelasan hukum dan sikap bagi orang-orang kafir quraisy, pertama : perintah untuk memerangi dari golongan ahli kitab sehingga mereka bersedia untuk membayar jizyah ( pajak ) atau mereka bersedia memeluk agama Islam, kedua : perintah untuk memerangi orang-orang kafir dengan hunusan pedang dan memerangi orang-orang munafik dengan argumentasi dan pedebatan, ketiga : perintah untuk membatalkan dan mengembalikan segala bentuk perjanjian yang telah dibuat dengan orang-orang kafir. Untuk sikap yang ketiga ini, Islam juga memberikan perlakuan yang berbeda-beda, pertama : memerangi secara langsung bagi mereka yang jelas-jelas melanggar isi dari perjanjian yang telah disepakati, kedua : memberikan waktu sampai habis masa perjanjian yang telah ditentukan, dan ketiga : memberikan tenggang waktu selama empat bulan buat mereka yang tidak ada perjanjian khusus dan tidak melakukan perlawanan, setelah itu bagi yang tidak ingin memeluk Islam dan mau hidup damai maka diwajibkan membayar jizyah ( pajak )[6].
Dengan demikian, jihad dalam pengertian sebuah usaha keras menegakkan ajaran agama dan memerangi musuh-musuh agama diatur sedemikian rupa sesuai dengan situasi dan keadaan, dengan tetap mempertahankan sisi kemanusiaan dan kesempatan untuk memperbaiki sikap.

METODOLOGI GERAKAN JIHAD DALAM ISLAM

Realistis, yaitu gerakan yang diambil sesuai dalam menyikapi realitas kehidupan manusia, ketika menghadapi keyakinan dan konsep-konsep jahiliah, maka Islam mengajak kepada perubahan keyakinan dengan dakwah dan seruan serta penjelasan kepada keyakinan yang benar, Islam juga menggunakan kekuatan dan jihad untuk meruntuhkan sistem dan kekuatan yang sedang berkuasa. Karena tidak semestinya mengerahkan kekuatan dan kekerasan untuk menjelaskan keyakinan dan penyembahan yang sesungguhnya kepada Allah, sebagaimana tidak mungkin meruntuhkan dan mengalahkan kekuatan yang sedang berkuasa dengan hanya berdakwah dan seruan.[7]
Dinamis, yaitu gerakan yang mempunyai tingkatan, dan setiap tingkatannya mempunyai cara tersendiri dan menyesuaikan dengan tingkat kebutuhannya dan saling terkait, agama tidak selamanya menyikapi realitas kehidupan hanya dengan dalil atau teori saja. Banyak orang yang hanya menggunakan dalil-dalil al-Quran untuk mengusung konsep jihad tanpa mempedulikan ciri khas metode gerakan jihad dalam islam ini, yang pada akhirnya akan menyebabkan kesesatan.
Konsisten, Ajaran dan semangat Islam dari zaman ke zaman tidak pernah keluar dari prinsip-prinsip yang mendasar dalam dakwah, yaitu mengajak kepada manusia untuk ikhlas menyembah Allah dan tidak menghambakan diri kepada manusia lainnya.[8]
Toleran, Islam sangat menjaga hubungan baik dengan kelompok agama lain selama tidak mengadakan perlawanan.[9]
Jihad, tidak hanya bisa didefinisikan sekedar berperang. Pemahaman tersebut telah melakukan "pengerdilan" terhadap ajaran jihad yang agung. Jika jihad diidentikkan sebagai perang, maka ajaran jihad akan kehilangan makna yang sebenarnya dan segala macam variasinya. Al-Quran sendiri tidak secara definitif memaknai jihad sebagai perang. Al-Quran menggunakan istilah al-qitâl sebagai padanan perang. Sementara jihad tetap kaya dengan multimakna dan multibentuk.Sayyid Qutb, didalam kitab Fi Dzilali Al-Quran, mengungkapkan paling tidak terdapat lima alasan Allah menahan peperangan kepada kaum muslimin ketika menafsirkan surat An-Nisa Ayat 77 yang berbunyi : أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلَاة َ وَآَتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً وَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لَوْلَا أَخَّرْتَنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآَخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا

Alasan Pertama : Boleh jadi Allah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menahan diri dari peperangan pada periode Makkah, dikarenakan masih dalam proses pembelajaran dari Allah dan persiapan yang bertujuan untuk mendidik orang Arab akan kesabaran dalam menghadapi berbagai cobaan dan gangguan dari fihak lain.
Alasan Kedua : Boleh jadi periode Makkah di design sedimikian rupa untuk malakukan dakwah secara damai untuk lebih menimbulkan kesan dan diterima kaum kafir quraisy, karena mereka masih dihantui dengan beberapa peperangan yang telah terjadi dalam waktu yang panjang
Alasan Ketiga : Boleh jadi pelarangan perang pada periode Makkah dalam rangka menghindari pertumpahan darah mengingat belum terbentuknya pemerintahan yang teratur dalam Islam, dan untuk menghindari fitnah yang sudah disiapkan oleh kaum kafir quraisy demi menjegal perjalanan dakwah nabi dan pengikut-pengikutnya.
Alasan Keempat : Boleh jadi karena alasan nuansa kesukuan bangsa Arab yang saat itu masih sangat kental.
Alasan Kelima : Boleh jadi karena mengingat jumlah kaum muslimin saat itu masih teramat kecil dan hanya sebatas di kota Makkah saja. Bilasaja terjadi peperangan pada kondisi seperti itu, maka sudah dapat dipastikan akan terjadi 'pembantaian' ummat Islam dan ini akan membuat perjuangan dakwah terhenti. MACAM-MACAM JIHAD DALAM ISLAM 1. Jihad Terhadap Diri Sendiri, sebelum mengumandangkan jihad untuk mensyiarkan Islam dengan menyeru kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran, maka tugas pertama dan paling utama adalah jihad terhadap diri sendiri agar mempunyai pribadi muslim sejati, ada empat tingkatan dalam jihad ini:a. Berjihad dalam rangka menuntut ilmu.b. Berjihad dalam rangka menyebarkan ilmu yang telah dimiliki.c. Berjihad dalam dakwah dengan argumentasi yang kuatd. Berjihad dengan sabar dalam menghadapi tantangan berdakwah2. Jihad Melawan Godaan Syeitan, Allah mengingatkan bahwa syeitan adalah musuh abadi manusia yang paling nyata yang tidak akan pernah berhenti untuk menggoda dan menjerumuskan manusia kepada jalan kesesatan, ada dua tingkatan dalam jihad ini :a. Jihad melawan pengaruh syeitan yang berusaha untuk mengajak kepada sesuatu yang syubhat dan keraguan terhadap keimanan seseorang kepada Allah.b. Jihad melawan hawa nafsu diri dan keinginan untuk berbuat sesuatu yang buruk.3. Jihad Melawan Orang-orang Kafir dan Munafiq, pada jihad 'model' ketiga ini terdapat empat tingkatan :a. Jihad Dengan Hatib. Jihad Dengan Lisanc. Jihad Dengan Hartad. Jihad Dengan Tangan ( kekuatan )4. Jihad Melawan Orang-orang Dzalim, Musuh Islam, Bid'ah dan Kemungkaran, untuk jihad yang terakhir ini ada tiga tingkatan :a. Jihad dengan kekuatan jika memungkinkanb. Jihad dengan ucapan; mencegah perbuatan kedzaliman yang dilihatnya dengan cara melarang dan mengingatkan.c. Jihad dengan hati; menunjukan ketidaksetujuan terhadap perbuatan yang mungkar didalam hati karena ketidakmampuan untuk melakukan jihad dengan tindakan dan ucapan. TUJUAN JIHAD DI JALAN ALLAH

Meninggikan Kalimat Allah.[10]
حدثنا أبو موسى الأشعري : أن رجلا أعرابيا أتى النبي صلى الله عليه و سلم فقال يا رسول الله الرجل يقاتل للمغنم والرجل يقاتل ليذكر والرجل يقاتل ليرى مكانه فمن فى سبيل الله ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( من قاتل لتكون كلمة الله أعلى فهو في سبيل الله )

Menolong Orang-orang Teraniaya.
وَمَا لَكُمْ لاَ تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاء وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ نَصِيرًا [النساء: 75]


Memerangi Musuh dan Menjaga Islam.
الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُواْ عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ وَاتَّقُواْ اللَّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ [البقرة: 194]

Kesimpulan :

1. Jihad dalam Dakwah adalah sesuatu yang niscaya, keduanya saling terkait demi mensyiarkan agama Islam.
2. Jihad di Jalan Allah dalam pengertian yang universal hukumnya fardu' ain bagi setiap ummat Islam.
3. Setiap Muslim yang akan berjihad di jalan Allah ke medan perang maka seharusnya sudah mengalahkan musuh yang paling nyata dalam dirinya, yaitu godaan syeitan yang senantiasa mengintai pergerakan manusia.
4. Puncak tujuan dari seluruh jihad yang dilakukan oleh manusia adalah untuk memurnikan ajaran Islam dalam bentuk pengabdian kepada Allah Jalla wa 'Azza secara kaaffah.

Daftar Pustaka :

1. Syekh Abdullah bin Alwi Al-haddad, Sucikan Hati Luruskan Amal ; Nasihat-nasihat Agama Menuju Kesempurnaan Iman, (Yogyakarta: Mitra Pustaka 2005) cetakan pertama,
2. Sayyid Qutb, Ma'alim Fi at-Thariq, (Cairo: Daar al-Syuruq, 1980)
3. Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Asyaibany, Musnad Ahmad, ( Maktabah Syamilah )
4. Sa'id bin 'Ali bin Wahf al-Qohthony, Al-Jihadu Fi Sabilillahi, Fadluhu Wa Marotibuhu Wa Asbabu an-Nashri 'Ala al-'A'daai, ( Maktabah Syamilah )
5. Al-Imam Abi Al-Husain Muslim ibn Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi, Shohih Muslim, (Beirut: daar al-fikr 1998)

[1] Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Asyaibany, Musnad Ahmad, ( Maktabah Syamilah ) h.453
[2] Sa'id bin 'Ali bin Wahf al-Qohthony, Al-Jihadu Fi Sabilillahi, Fadluhu Wa Marotibuhu Wa Asbabu an-Nashri 'Ala al-'A'daai, ( Maktabah Syamilah ) h. 2
[3] Syekh Abdullah bin Alwi Al-haddad, Sucikan Hati Luruskan Amal ; Nasihat-nasihat Agama Menuju Kesempurnaan Iman, (Yogyakarta: Mitra Pustaka 2005) cetakan pertama, h. 360
[4] Sayyid Qutb, Ma'alim Fi at-Thariq, (Cairo: Daar al-Syuruq, 1980), h. 62
[5]Ibid.
[6] Ibid., h. 63
[7] Ibid, h. 64
[8] Ibid., h. 65
[9] Ibid., h. 66
[10] Al-Imam Abi Al-Husain Muslim ibn Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi, Shohih Muslim, (Beirut: daar al-fikr 1998) juz:2 149/1904

Senin, 12 Januari 2009

PT. AL-AMIN MULIA LESTARI


INFO UMROH DAN HAJI