Senin, 26 Januari 2009

JIHAD DI JALAN ALLAH ( DISAMPAIKAN PADA MATA KULIAH NUSHUS AD-DA'WAH PROGRAM MEGISTER UNIVERSITAS ISLAM ASY-SYAFI'IYYAH)

JIHAD DI JALAN ALLAH
Oleh: Syarif Hidayatullah

Pendahuluan

Dari Amru bin Abasah ra. beliau berkata," Ada orang bertanya kepada Rosululloh,"Wahai Rosululloh, apakah Islam itu ?" Beliau menjawab," Hatimu merasa aman, dan juga orang-orang muslim merasa aman dari gangguan lidah dan tanganmu." Orang tersebut bertanya,"Lalu Islam bagaimanakah yang paling utama?' Beliau menjawab,"Iman." Orang tersebut bertanya lagi," Apakah iman itu?" Beliau menjawab," Kamu beriman kepada Alloh, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rosul-rosul-Nya dan kebangkitan setelah mati." Orang tersebut bertanya lagi,"Lalu iman bagaimanakah yang paling utama itu?" Beliau menjawab,"'Hijrah." Orang tersebut bertanya lagi," Apakah hijrah itu?" Beliau menjawab,"Engkau meninggalkan amalan jelek." Orang tersebut bertanya lagi,"Lalu hijrah bagaimanakah yang paling utama itu?" Beliau menjawab," Jihad." Orang tersebut bertanya lagi,"Apakah jihad itu?" Beliau menjawab," Engkau memerangi orang kafir jika kamu bertemu mereka." Orang tersebut bertanya lagi," Lalu bagaimanakah jihad yang paling utama itu?" Beliau menjawab," Siapa saja yang terluka kudanya dan tertumpah darahnya", Rosulullah Shollallahu 'Alahi wasallam berkata: kemudian dua amalan yang merupakan amalan yang paling utama kecuali barang siapa yang bisa beramal yang menyerupainya ; haji mabrur dan 'umroh.[1]
Secara etimologi kata jihad berasal dari bahasa Arab jahada-yajhadu-juhdan yang maknanya kesukaran, daya dan tenaga yang dicurahkan untuk mencapai sesuatu yang baik dengan lisan atau perbuatan. Jalan Allah dalam bahasa Arab disebut sabilullah yang berarti setiap perbuatan yang ikhlas yang dilakukan seorang muslim dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan menurut pengertian terminologi, Jihad adalah segala usaha dan upaya yang dilakukan, baik perbuatan maupun perkataan, untuk melawan musuh-musuh Islam yaitu orang-orang kafir, orang-orang yang murtad dan yang yang membenci Islam[2]. Allah swt berfirman di dalam Al Qur’an:
وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah: 217)
Pada ayat di atas, Allah swt dengan tegas mengatakan bahwa orang-orang yang kafir akan selalu berusaha dengan sekuat tenaga mereka, tanpa mengenal lelah untuk mengajak kaum mu’min untuk mengikuti langkah mereka untuk kembali kepada jalan yang dimurkai oleh Allah swt. Sehingga sangat pantaslah, jika Allah swt memberikan penilain khusus kepada orang-orang yang berjihad setiap saat karena berusaha untuk melawan upaya dari orang-orang kafir yang memusuhi Islam. Dan Allah swt juga telah menetapkan ganjaran neraka bagi orang-orang yang mengikuti ajakan kaum kafir. Tetapi pada bagian ayat sebelumnya Allah juga mengingatkan bahwa jihad adalah sesuatu perkara yang berat, sesuatu yang menurut Allah kebanyakan manusia tidak mengetahui akan manfaat dan hikmah besar sebagaimana terungkap dalam ayat berikut :
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (QS. Al-Baqoroh : 216)
Pembahasan
Tema jihad merupakan bagian dari Amar ma'ruf dan Nahi Munkar; bahkan ia menduduki tingkatan yang paling tinggi, utama dan mulia. Sebab perintahnya adalah mengenai puncak kebaikan, yaitu kepada Tauhid dan Islam. Sementara larangannya adalah mengenai kemungkaran dan dosa yang amat keji, yaitu kufur (tidak beriman kepada Allah) dan Isyrak Billah (menyekutukan Allah).[3]
Imam Ibnul Qoyyim berpendapat bahwa proses jihad yang dilakukan oleh nabi Saw, sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah Swt, melalui beberapa tahapan, pertama: perintah untuk memulai jihad dari diri sendiri, ke-dua : perintah untuk mengajak jihad kepada keluarga dekat, ke-tiga : perintah mengajak jihad kepada pengikut-pengikutnya, ke-empat : perintah menyeru untuk jihad kepada bangsa Arab sekitar, kelima : perintah jihad untuk seluruh bangsa Arab tanpa terkecuali dan tahapan terakhir sebagai puncaknya adalah perintah untuk menyeru jihad kepada seluruh ummat manusia[4].
Nabi Muhammad Saw, selama sepuluh tahun lebih sesudah kenabiannya berdakwah dengan tanpa kekerasan dan peperangan, juga tanpa pungutan jizyah. Allah memerintahkan kepada nabi untuk berdakwah secara lembut dan pasrah terhadap perlawanan dari penolakan dakwah yang beliau sampaikan. Setelah turun perintah hijrah ke kota Madinah barulah diperbolehkan untuk berperang dan tetap menghormati golongan yang tidak mengganggu. Pada kondisi seperti ini maka orang kafir quraisy terbagi menjadi tiga kategori :
Golongan yang berdamai dan tidak memusuhi Islam.
Golongan yang memusuhi dan memerangi Islam.
Golongan dzimmi, yaitu golongan yang menyatakan kepatuhannya kepada negara Islam dan mendapat jaminan hidup aman di bawah pemerintahan Islam[5].
Setelah diturunkannya surat baro'at ( surat at-taubah ) barulah ada kejelasan hukum dan sikap bagi orang-orang kafir quraisy, pertama : perintah untuk memerangi dari golongan ahli kitab sehingga mereka bersedia untuk membayar jizyah ( pajak ) atau mereka bersedia memeluk agama Islam, kedua : perintah untuk memerangi orang-orang kafir dengan hunusan pedang dan memerangi orang-orang munafik dengan argumentasi dan pedebatan, ketiga : perintah untuk membatalkan dan mengembalikan segala bentuk perjanjian yang telah dibuat dengan orang-orang kafir. Untuk sikap yang ketiga ini, Islam juga memberikan perlakuan yang berbeda-beda, pertama : memerangi secara langsung bagi mereka yang jelas-jelas melanggar isi dari perjanjian yang telah disepakati, kedua : memberikan waktu sampai habis masa perjanjian yang telah ditentukan, dan ketiga : memberikan tenggang waktu selama empat bulan buat mereka yang tidak ada perjanjian khusus dan tidak melakukan perlawanan, setelah itu bagi yang tidak ingin memeluk Islam dan mau hidup damai maka diwajibkan membayar jizyah ( pajak )[6].
Dengan demikian, jihad dalam pengertian sebuah usaha keras menegakkan ajaran agama dan memerangi musuh-musuh agama diatur sedemikian rupa sesuai dengan situasi dan keadaan, dengan tetap mempertahankan sisi kemanusiaan dan kesempatan untuk memperbaiki sikap.

METODOLOGI GERAKAN JIHAD DALAM ISLAM

Realistis, yaitu gerakan yang diambil sesuai dalam menyikapi realitas kehidupan manusia, ketika menghadapi keyakinan dan konsep-konsep jahiliah, maka Islam mengajak kepada perubahan keyakinan dengan dakwah dan seruan serta penjelasan kepada keyakinan yang benar, Islam juga menggunakan kekuatan dan jihad untuk meruntuhkan sistem dan kekuatan yang sedang berkuasa. Karena tidak semestinya mengerahkan kekuatan dan kekerasan untuk menjelaskan keyakinan dan penyembahan yang sesungguhnya kepada Allah, sebagaimana tidak mungkin meruntuhkan dan mengalahkan kekuatan yang sedang berkuasa dengan hanya berdakwah dan seruan.[7]
Dinamis, yaitu gerakan yang mempunyai tingkatan, dan setiap tingkatannya mempunyai cara tersendiri dan menyesuaikan dengan tingkat kebutuhannya dan saling terkait, agama tidak selamanya menyikapi realitas kehidupan hanya dengan dalil atau teori saja. Banyak orang yang hanya menggunakan dalil-dalil al-Quran untuk mengusung konsep jihad tanpa mempedulikan ciri khas metode gerakan jihad dalam islam ini, yang pada akhirnya akan menyebabkan kesesatan.
Konsisten, Ajaran dan semangat Islam dari zaman ke zaman tidak pernah keluar dari prinsip-prinsip yang mendasar dalam dakwah, yaitu mengajak kepada manusia untuk ikhlas menyembah Allah dan tidak menghambakan diri kepada manusia lainnya.[8]
Toleran, Islam sangat menjaga hubungan baik dengan kelompok agama lain selama tidak mengadakan perlawanan.[9]
Jihad, tidak hanya bisa didefinisikan sekedar berperang. Pemahaman tersebut telah melakukan "pengerdilan" terhadap ajaran jihad yang agung. Jika jihad diidentikkan sebagai perang, maka ajaran jihad akan kehilangan makna yang sebenarnya dan segala macam variasinya. Al-Quran sendiri tidak secara definitif memaknai jihad sebagai perang. Al-Quran menggunakan istilah al-qitâl sebagai padanan perang. Sementara jihad tetap kaya dengan multimakna dan multibentuk.Sayyid Qutb, didalam kitab Fi Dzilali Al-Quran, mengungkapkan paling tidak terdapat lima alasan Allah menahan peperangan kepada kaum muslimin ketika menafsirkan surat An-Nisa Ayat 77 yang berbunyi : أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلَاة َ وَآَتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً وَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لَوْلَا أَخَّرْتَنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآَخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا

Alasan Pertama : Boleh jadi Allah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menahan diri dari peperangan pada periode Makkah, dikarenakan masih dalam proses pembelajaran dari Allah dan persiapan yang bertujuan untuk mendidik orang Arab akan kesabaran dalam menghadapi berbagai cobaan dan gangguan dari fihak lain.
Alasan Kedua : Boleh jadi periode Makkah di design sedimikian rupa untuk malakukan dakwah secara damai untuk lebih menimbulkan kesan dan diterima kaum kafir quraisy, karena mereka masih dihantui dengan beberapa peperangan yang telah terjadi dalam waktu yang panjang
Alasan Ketiga : Boleh jadi pelarangan perang pada periode Makkah dalam rangka menghindari pertumpahan darah mengingat belum terbentuknya pemerintahan yang teratur dalam Islam, dan untuk menghindari fitnah yang sudah disiapkan oleh kaum kafir quraisy demi menjegal perjalanan dakwah nabi dan pengikut-pengikutnya.
Alasan Keempat : Boleh jadi karena alasan nuansa kesukuan bangsa Arab yang saat itu masih sangat kental.
Alasan Kelima : Boleh jadi karena mengingat jumlah kaum muslimin saat itu masih teramat kecil dan hanya sebatas di kota Makkah saja. Bilasaja terjadi peperangan pada kondisi seperti itu, maka sudah dapat dipastikan akan terjadi 'pembantaian' ummat Islam dan ini akan membuat perjuangan dakwah terhenti. MACAM-MACAM JIHAD DALAM ISLAM 1. Jihad Terhadap Diri Sendiri, sebelum mengumandangkan jihad untuk mensyiarkan Islam dengan menyeru kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran, maka tugas pertama dan paling utama adalah jihad terhadap diri sendiri agar mempunyai pribadi muslim sejati, ada empat tingkatan dalam jihad ini:a. Berjihad dalam rangka menuntut ilmu.b. Berjihad dalam rangka menyebarkan ilmu yang telah dimiliki.c. Berjihad dalam dakwah dengan argumentasi yang kuatd. Berjihad dengan sabar dalam menghadapi tantangan berdakwah2. Jihad Melawan Godaan Syeitan, Allah mengingatkan bahwa syeitan adalah musuh abadi manusia yang paling nyata yang tidak akan pernah berhenti untuk menggoda dan menjerumuskan manusia kepada jalan kesesatan, ada dua tingkatan dalam jihad ini :a. Jihad melawan pengaruh syeitan yang berusaha untuk mengajak kepada sesuatu yang syubhat dan keraguan terhadap keimanan seseorang kepada Allah.b. Jihad melawan hawa nafsu diri dan keinginan untuk berbuat sesuatu yang buruk.3. Jihad Melawan Orang-orang Kafir dan Munafiq, pada jihad 'model' ketiga ini terdapat empat tingkatan :a. Jihad Dengan Hatib. Jihad Dengan Lisanc. Jihad Dengan Hartad. Jihad Dengan Tangan ( kekuatan )4. Jihad Melawan Orang-orang Dzalim, Musuh Islam, Bid'ah dan Kemungkaran, untuk jihad yang terakhir ini ada tiga tingkatan :a. Jihad dengan kekuatan jika memungkinkanb. Jihad dengan ucapan; mencegah perbuatan kedzaliman yang dilihatnya dengan cara melarang dan mengingatkan.c. Jihad dengan hati; menunjukan ketidaksetujuan terhadap perbuatan yang mungkar didalam hati karena ketidakmampuan untuk melakukan jihad dengan tindakan dan ucapan. TUJUAN JIHAD DI JALAN ALLAH

Meninggikan Kalimat Allah.[10]
حدثنا أبو موسى الأشعري : أن رجلا أعرابيا أتى النبي صلى الله عليه و سلم فقال يا رسول الله الرجل يقاتل للمغنم والرجل يقاتل ليذكر والرجل يقاتل ليرى مكانه فمن فى سبيل الله ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( من قاتل لتكون كلمة الله أعلى فهو في سبيل الله )

Menolong Orang-orang Teraniaya.
وَمَا لَكُمْ لاَ تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاء وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ نَصِيرًا [النساء: 75]


Memerangi Musuh dan Menjaga Islam.
الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُواْ عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ وَاتَّقُواْ اللَّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ [البقرة: 194]

Kesimpulan :

1. Jihad dalam Dakwah adalah sesuatu yang niscaya, keduanya saling terkait demi mensyiarkan agama Islam.
2. Jihad di Jalan Allah dalam pengertian yang universal hukumnya fardu' ain bagi setiap ummat Islam.
3. Setiap Muslim yang akan berjihad di jalan Allah ke medan perang maka seharusnya sudah mengalahkan musuh yang paling nyata dalam dirinya, yaitu godaan syeitan yang senantiasa mengintai pergerakan manusia.
4. Puncak tujuan dari seluruh jihad yang dilakukan oleh manusia adalah untuk memurnikan ajaran Islam dalam bentuk pengabdian kepada Allah Jalla wa 'Azza secara kaaffah.

Daftar Pustaka :

1. Syekh Abdullah bin Alwi Al-haddad, Sucikan Hati Luruskan Amal ; Nasihat-nasihat Agama Menuju Kesempurnaan Iman, (Yogyakarta: Mitra Pustaka 2005) cetakan pertama,
2. Sayyid Qutb, Ma'alim Fi at-Thariq, (Cairo: Daar al-Syuruq, 1980)
3. Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Asyaibany, Musnad Ahmad, ( Maktabah Syamilah )
4. Sa'id bin 'Ali bin Wahf al-Qohthony, Al-Jihadu Fi Sabilillahi, Fadluhu Wa Marotibuhu Wa Asbabu an-Nashri 'Ala al-'A'daai, ( Maktabah Syamilah )
5. Al-Imam Abi Al-Husain Muslim ibn Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi, Shohih Muslim, (Beirut: daar al-fikr 1998)

[1] Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Asyaibany, Musnad Ahmad, ( Maktabah Syamilah ) h.453
[2] Sa'id bin 'Ali bin Wahf al-Qohthony, Al-Jihadu Fi Sabilillahi, Fadluhu Wa Marotibuhu Wa Asbabu an-Nashri 'Ala al-'A'daai, ( Maktabah Syamilah ) h. 2
[3] Syekh Abdullah bin Alwi Al-haddad, Sucikan Hati Luruskan Amal ; Nasihat-nasihat Agama Menuju Kesempurnaan Iman, (Yogyakarta: Mitra Pustaka 2005) cetakan pertama, h. 360
[4] Sayyid Qutb, Ma'alim Fi at-Thariq, (Cairo: Daar al-Syuruq, 1980), h. 62
[5]Ibid.
[6] Ibid., h. 63
[7] Ibid, h. 64
[8] Ibid., h. 65
[9] Ibid., h. 66
[10] Al-Imam Abi Al-Husain Muslim ibn Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi, Shohih Muslim, (Beirut: daar al-fikr 1998) juz:2 149/1904

Tidak ada komentar: